Masjid Digital

Dewan Masjid Digital Indonesia | Masjid Menuju Era Digital 4.0

Latest Post

[Kultum Ramadhan] Cinta Rasulullah SAW, Taat Syariat
Kultum Ramadhan/Masjid Digital - Ramadhan adalah momentum terbaik untuk meningkatkan taqwa. Tunjukkan bahwa kita adalah hamba Allah yang layak disebut sebagai muttaqin, orang yang bertakwa. Dan ingat, hanya takwa yang akan membuat kita selamat di dunia dan di akhirat.

Pertanyaannya, bagaimana kita menjadi orang yang bertakwa? Jawabannya, tiada lain dan tiada bukan, kecuali mengikuti Rasulullah Saw.  

Sungguh kita dianugerahi nikmat yang besar oleh Allah yakni seorang Rasul yang mulia. Betapa tidak, saking mulianya, Allah SWT dan para malaikat bershalawat untuk beliau:

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Sungguh Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepada dia (TQS al-Ahzab [33]: 56). 

Ayat itu bermakna, Allah SWT memberkahi Nabi saw, sementara para malaikat senantiasa memohon ampunan-Nya untuknya. Maka sungguh aneh, bila ada manusia yang mengaku mengikuti Nabi SAW tapi tak mau memuliakan beliau. 

Selain itu, Allah SWT memberi Rasulullah saw dua keistimewaan sekaligus, yang tidak Dia berikan kepada para nabi sebelumnya. Kenikmatan pertama yakni: Agama Islam yang bersifat universal. Berlaku bagi semua umat manusia, tanpa kecuali. Allah SWT. berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada seluruh umat manusia, sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak tahu (TQS Saba’ [34]: 28).

Nabi saw bersabda:

كَانَ النَّبِىُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً، وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ كَافَّةً

Nabi (sebelumku) diutus kepada kaumnya semata, sedangkan aku diutus kepada seluruh umat manusia (HR al-Bukhari).

Inilah mengapa segenap umat manusia wajib mengimani kenabian beliau. Mereka wajib memeluk Islam serta meninggalkan agama mereka. 
Nabi saw. bersabda:

        وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لاَ يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ اْلأُمَّةِ يَهُوْدِيٌّ وَلاَ نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوْتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ

Demi Zat Yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, tidaklah dari umat ini baik Yahudi atau Nasrani mendengar tentang aku, kemudian dia mati dan tidak mengimani apa saja yang dengan itulah aku diutus, kecuali ia termasuk ahli neraka (HR Muslim).

Keistimewaan kedua yaitu, risalah yang mengandung rahmat bagi seluruh alam semesta. Allah SWT berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

Tidaklah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk menjadi rahmat bagi alam semesta (TQS al-Anbiya’ [21]: 107).

Imam ath-Thabari menjelaskan terkait ayat ini bahwa rahmat ini berlaku tidak saja bagi kaum Muslim, namun juga bagi seluruh umat manusia. 

Tidak ada pilihan bagi orang yang beriman kecuali mencintai beliau dalam dua hal, yakni pribadinya dan risalah yang dibawanya. Karena itu, kesempurnaan iman seorang Muslim hanya bisa diraih dengan menundukkan hawa nafsunya pada syariah yang Rasulullah saw. bawa. Beliau bersabda:

لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُونَ هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ

Belum sempurna keimanan salah seorang di antara kalian sampai hawa nafsunya tunduk pada apa yang aku bawa (Ibnu Bathah, Al-Ibânah al-Kubrâ, 1/298). 

Suatu ketika Rasulullah saw. membagikan harta ghanîmah pasca Perang Hunain. Tiba-tiba ada seseorang yang menuduh beliau tidak adil. Ia kemudian berkata, “Berbuat adillah, wahai Muhammad!”— atau—“Bertakwalah engkau, wahai Muhammad!” 
Rasulullah saw. berkata kepada orang itu:

وَيْلَكَ وَمَنْ يَعْدِلُ إِذَا لَمْ أَكُنْ أَعْدِلُ؟ لَقَدْ خِبْتُ وَخَسِرْتُ إِنْ لَمْ أَكُنْ أَعْدِلُ

“Celaka kamu! Siapakah yang akan berbuat adil jika aku tidak berbuat adil?! Sungguh aku  akan merugi jika aku tidak berbuat adil.” (HR al-Bukhari).

Hadits tersebut mengandung makna, menuduh Nabi saw tidak adil adalah sikap lancang. Pasalnya, Allah SWT sendiri menegaskan bahwa segala ucapan dan tindakan Rasulullah saw adalah wahyu, tidak berasal dari hawa nafsunya:

وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى () إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى

Tidaklah yang dia (Muhammad) ucapkan itu  menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang Allah wahyukan (kepada dia) (TQS an-Najm [53]: 3-4).

Maka siapa saja yang menuduh Nabi saw tidak adil, sama saja dengan menuduh Allah SWT yang menurunkan wahyu kepada beliau tidak adil. Hal ini merupakan cacat besar dalam akidah seorang Mukmin. 

Itulah mengapa para sahabat begitu patuhnya kepada Rasulullah saw. Mereka tidak pernah menyelisihi Nabi saw. Mereka taat total pada syariah Islam.

إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Sungguh jawaban kaum Mukmin itu, jika diseru (untuk taat) kepada Allah dan Rasul-Nya, agar Rasul menghukum (mengadili) mereka, ialah ucapan. "Kami mendengar dan kami patuh". Mereka itulah orang-orang yang beruntung (TQS an-Nur [24]: 51).

Itulah sikap seorang Muslim sejati. Inilah sikap yang seharusnya kita tunjukkan. Sami’na wa atha’na terhadap perintah dan larangan Allah, dalam seluruh aspek kehidupan: pribadi, masyarakat, dan negara. 

Semoga kita semua bisa memenuhinya dan pantas mendapat syafaat Nabi Saw. Aamiin

[Kultum Ramadhan] Mewaspadai Tipu Daya Musuh Islam
Kultum Ramadhan/Masjid Digital - Marilah kita wujudkan ketakwaan yang hakiki di bulan Ramadhan ini. Karena hanya dengan itulah keberhasilan kita selama sebulan lamanya berpuasa dapat diukur. Apakah kita tambah taat kepada Allah atau hanya sekadar mendapatkan lapar dan haus saja?

Tak bisa dipungkiri, banyak orang yang tak mendapatkan hikmah puasa yakni menjadi pribadi yang lebih takwa dibandingkan sebelumnya. 

Sebagaimana sabda Nabi SAW: 

Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR. Thabrani)

Salah satu karakter orang yang bertakwa adalah taat total kepada Allah. Bukankah Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara kâffah, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan, sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi kalian.” (QS al-Baqarah: 208)

Ayat ini turun berkenaan dengan segolongan Muslimin mantan ahli kitab seperti ‘Abdullâh bin Salâm dan kawan-kawan. Hal itu karena ketika mereka telah beriman kepada Nabi, mereka tetap mengagungkan syariat-syariat Mûsâ. Mereka mengagungkan hari Sabtu serta membenci daging dan susu unta. Mereka mengatakan, “Meninggalkan hal-hal tersebut hukumnya mubah di dalam Islam, tetapi hukumnya wajib di dalam Taurat. Karena itulah kami meninggalkannya sebagai bentuk kehati-hatian.

Imam ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa Allah SWT memerintahkan hamba-Nya yang beriman kepada-Nya, membenarkan Rasul-Nya: agar mengambil seluruh pegangan Islam dan seluruh syariah, dan menjalankan seluruh perintah-Nya, dan meninggalkan seluruh larangan-Nya sesuai dengan kemampuannya.

Rasulullah hanya membawa Islam, bukan yang lain. Tidak ada dalam Islam apa yang disebut Islam radikal, liberal, Islam moderat, atau Islam abangan. Ayat 2: 208 dengan tegas menyebut kita semua masuk Islam secara kaffah.

Maka, istilah-istilah radikal, liberal, dan moderat adalah dari Barat. Untuk apa? Untuk memecah belah umat Islam dan menghadang bangkitnya umat Islam dengan Islamnya.

Mereka merusak pemahaman umat ini agar sesuai dengan pemahaman Barat, yang kafir.  

يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ

"Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci." (QS. Ash-Shaff: 8)

Perhatikan apa yang disampaikan oleh Robert  Spencer—analis Islam terkemuka di Amerika Serikat—tentang Muslim moderat. Ia menyebutkan kriteria Muslim moderat, yaitu menolak pemberlakuan hukum Islam kepada non Muslim; meninggalkan keinginan untuk menggantikan konstitusi dengan hukum Islam; menolak kewajiban untuk menarik pajak berdasarkan agama (jizyah) terhadap non-Muslim; menolak supremasi Islam atas agama lain termasuk perintah untuk memerangi orang-orang Yahudi dan Nasrani hingga mereka tunduk; menolak aturan bahwa seorang Muslim yang beralih pada agama lain atau tidak beragama harus dibunuh; mendorong kaum Muslim untuk menghilangkan larangan nikah beda agama termasuk sanksi yang membolehkan suami memukul istri.

Hampir sama dengan itu, definisi Islam moderat dalam  situs “muslimsagainstshariah” di antaranya: tidak anti bangsa Semit, menentang kekhalifahan, kritis terhadap Islam, menganggap Nabi bukan contoh yang perlu ditiru, menentang jihad, pro Israel atau netral, tidak bereaksi ketika Islam dan Nabi Muhammad dikritik, menentang pakaian Islam, syariah, dan terorisme.  

Andrew McCarthy dalam National Review Online, August 24, 2010 malah tegas-tegas menyatakan siapapun yang membela syariah tidak dapat dikatakan moderat.

Jelas sekali, istilah radikal dan moderat adalah jalan Barat memecah belah umat Islam. Mereka tidak ingin kita tambah taat kepada syariah. Mereka tidak ingin anak cucu kita, generasi muda kita, tambah dekat dengan masjid, dekat dengan Alquran, dan dekat dengan Nabi SAW. Mereka tidak ingin negeri mayoritas Muslim ini hidup mulia dengan Islam. Mereka takut-takuti umat Islam yang mulai bangkit ini dengan julukan radikalis, fundamentalis, dan bahkan teroris.  
Ingatlah apa yang difirmankan Allah SWT:

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam Jahannamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan,supaya Allah memisahkan (golongan) yang buruk dari yang baik dan menjadikan (golongan) yang buruk itu sebagiannya di atas sebagian yang lain, lalu kesemuanya ditumpukkan-Nya, dan dimasukkan-Nya ke dalam neraka Jahannam. Mereka itulah orang-orang yang merugi.” (QS. Al-Anfal [8] : 36-37)

Oleh karena itu, marilah kita berpegang teguh kepada Islam ini dengan sekuat-kuatnya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تُطِيعُوا فَرِيقًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ يَرُدُّوكُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ كَافِرِينَ

Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi Al Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman. (QS. Ali ‘Imran [3] : 100)

Semoga kita menjadi orang yang istiqamah di jalan Islam. Aamiin

[Kultum Ramadhan] Jadilah Penolong Agama Allah
Kultum Ramadhan/Masjid Digital - Sudah menjadi sunnatullah, kebenaran itu akan berhadapan dengan kebatilan.  Sampai akhir zaman.  Iblis dan bala tentaranya tidak akan pernah ridha kepada manusia yang mengikuti jalan Allah SWT. Mereka akan senantiasa mencari jalan agar manusia tersesat dan bersama mereka.

قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ (16) ثُمَّ لَآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ (17

Iblis menjawab: ‘Karena Engkau telah menghukumku tersesat, maka saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan-Mu yang lurus, (17) kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.” (QS Al-A’raaf: 16-17)

Wajar bila manusia kemudian terkelompokkan menjadi dua golongan. Menjadi kelompok pengikut Iblis dan kelompok yang mengikuti jalan Allah. Al Quran menyebut dua golongan ini di beberapa ayat. Kelompok yang mengikuti jalan Allah, mereka adalah hizbullah. Sedangkan yang mengikuti Iblis, Allah sebut mereka dengan hizbusysyaithan.
Terkait hizbussyaithan ini, Allah berfirman: Allah SWT berfirman :

اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ فَأَنْسَاهُمْ ذِكْرَ اللَّهِ أُولَئِكَ حِزْبُ الشَّيْطَانِ أَلَا إِنَّ حِزْبَ الشَّيْطَانِ هُمُ الْخَاسِرُونَ

Setan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah. Mereka itulah golongan (partai) setan. Ketahuilah bahwa golongan (partai) setan itulah yang merugi (TQS al-Mujadilah [58]: 19).

Imam Syaukani dalam Fathu al-Qadîr menyatakan, “Jika setan telah mengumpulkan mereka, yakni menjadikan mereka berkumpul menjadi kelompok, berarti setan telah menguatkan, menguasai, mengungguli, mencengkeram dan melindungi mereka. Lalu setan menjadikan mereka lupa mengingat Allah, yakni lupa pada perintah-perintah-Nya dan lupa melakukan ketaatan kepada-Nya. Mereka benar-benar tidak mengingat sedikitpun dari semua itu. Juga dikatakan, mereka lupa akan larangan Allah berupa larangan bermaksiat. Mereka adalah hizbusy-syaythân, yakni tentara-tentara, pengikut dan kelompok setan.” 

Jadi hizbusy-syaythân adalah setiap orang atau kelompok orang yang dikumpulkan dan dikuasai oleh setan, lalu setan menjadikan mereka lupa mengingat Allah SWT. Mereka menjadikan kaum yang dimurkai oleh Allah SWT sebagai teman. Mereka menjadikan sumpah-sumpah mereka sebagai perisai. Lalu mereka menghalangi manusia dari jalan Allah SWT. Setan menguasai mereka. Lalu setan menjadikan mereka lupa mengingat Allah SWT. Mereka termasuk orang-orang yang menentang Allah SWT dan Rasul-Nya.

Lawan hizbusysyaithan adalah hizbullah. Allah SWT mendeskripsikan HizbulLâh (Partai Allah) dalam firman-Nya: 

وَمَنْ يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْغَالِبُونَ 

Siapa saja yang menjadikan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman sebagai penolongnya, maka sungguh pengikut/partai (agama) Allah itulah yang pasti menang (TQS al-Maidah [5]: 56).


Lalu Allah SWT jelaskan sifat-sifat hizbulLâh ini: 

لاَ تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا ءَابَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ اْلإِيْمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا اْلأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلاَ إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang mengimani Allah dan Hari Akhirat saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya sekalipun orang-orang itu adalah bapak-bapak, anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang di dalam hati mereka telah Allah tanamkan keimanan dan Allah kuatkan mereka dengan pertolongan-Nya. Allah memasukkan mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya. Allah meridhai mereka. Mereka pun merasa puas dengan (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan (partai) Allah. Ketahuilah, sungguh golongan (partai) Allah itulah yang beruntung (TQS al-Mujadillah [58]: 22).

Terkait ayat tersebut, Imam asy-Syaukani berkata, mereka adalah hizbulLâh, yakni tentara Allah. Mereka adalah orang-orang yang menjalankan segala perintah-Nya, memerangi musuh-musuh-Nya dan menolong para wali-Nya.  

Siapa dari dua kelompok ini yang akan menang. Allah jelaskan dalam Al Maidah ayat 5 bahwa: “Siapa saja yang menjadikan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman sebagai penolongnya, maka sungguh pengikut/partai (agama) Allah itulah yang pasti menang” 

Inilah yang disampaikan Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur`ân bahwa sesungguhnya HizbulLâh itulah yang pasti menang. Allah akan menolong mereka.

Sebaliknya hizbusysyaithan atau partai setan karena mereka durhaka, membangkang dan menyalahi kebenaran dan tuntutan dari Allah SWT, menyeleweng dari hukum Allah SWT, serta menyeru manusia untuk berpaling dari jalan-Nya, mereka akan kalah. Mereka akan menderita kerugian yang amat besar karena telah menukar surga dengan neraka; menukar petunjuk dengan kesesatan. 

أَلاَ إِنَّ حِزْبَ الشَّيْطَانِ هُمُ الْخَاسِرُونَ 

Ketahuilah, sungguh golongan (partai) setan itulah yang merugi (TQS al-Mujadilah [58]: 19).

Karena itu, jamaah rahimakumullah, janganlah kita menjadi bagian dari partai setan. Jadilah penolong agama Allah, menjadi Ansharullah, yang senantiasa berjuang membela agama Allah, sepanjang hayat kita. 

Semoga Allah meneguhkan iman kita dan memberikan taufik dan hidayahnya agar kita menjadi bagian dari hizbullah, bukan hizbusysyaithan. Aamiin.

Ramadhan Pengokoh Keimanan
Kultum Ramadhan/Masjid Digital - Sungguh setiap perkara yang Allah SWT wajibkan atas manusia tidaklah berat karena pasti  dalam kadar kesanggupan manusia. Allah SWT berfirman:

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya… (QS al-Baqarah [2]: 286).

Dalam kondisi tertentu Allah SWT bahkan memberikan rukshah (keringanan) kepada hamba-Nya. Jika tidak mampu shalat berdiri, misalnya, Allah SWT membolehkan shalat dengan duduk; atau jika tidak mampu juga, boleh sambil berbaring. Begitu juga dengan shaum Ramadhan. Yang sakit atau dalam perjalanan, boleh tidak shaum, tetapi wajib mengqadhanya pada hari lain. Demikian seterusnya. Itulah yang Allah SWT kehendaki sebagaimana firman-Nya:

... يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ...

…Allah menghendaki kemudahan bagi kalian dan tidak menghendaki kesukaran atas kalian… (QS al-Baqarah [2]: 185).

... وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ...

…Tidaklah Allah menjadikan dalam agama (Islam) ini kesempitan atas kalian… (QS al-Hajj [22]: 78).

Jelas, dalam kondisi normal, setiap kewajiban atau ibadah tidaklah berat. Setiap shalat paling-paling menyita lima menit dari waktu kita. Begitu juga dengan shaum. Sebenarnya hanyalah memajukan waktu sarapan pagi lebih awal dan hanya mengurangi satu dari tiga kali kesempatan makan. Apanya yang berat? Kita hanya diminta untuk menahan diri tidak makan siang. Tak pernah ada cerita bahwa ada orang sakit parah, terluka berat, apalagi mati gara-gara shaum. Tak ada juga orang jatuh miskin gara-gara membayar zakat. Yang lebih banyak terbukti, shaum dan shalat membuat orang sehat jasmani dan ruhani. Adapun zakat berdampak bagi penyucian jiwa dan pemerataan kekayaan. 

Belum lagi pujian dan ganjaran yang telah Allah SWT janjikan bagi hamba-Nya yang taat beribadah. Khusus bagi mereka yang shaum Allah SWT berjanji:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَ اْحتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Siapa saja yang shaum Ramadhan dengan landasan iman dan semata-mata mengharap ridha Allah SWT, niscaya Dia mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu (HR Ahmad).

وَلِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ: فَرْحَةٌ حِينَ يُفْطِرُ، وَفَرْحَةٌ حِينَ يَلْقَى رَبَّهُ

Bagi orang yang shaum ada dua kebahagiaan yaitu: kebahagiaan saat berbuka dan kebahagiaan saat bertemu Tuhannya (di surga) (HR al-Bukhari, Muslim dan Ahmad).

Jika untuk mengerjakan kewajiban diperlukan kemampuan, tidak demikian halnya untuk meninggalkan keharaman. Sama sekali tidak diperlukan kemampuan. Anda tak memerlukan uang untuk tidak minum alkohol, tidak melacur atau tidak berjudi. Anda juga tidak memerlukan kemampuan fisik untuk tidak membunuh atau tidak korupsi. Bahkan bila Anda tidak berjudi atau menenggak miras, dana akan bisa dihemat. Apalagi fakta membuktikan bahwa setiap pelanggaran terhadap larangan Allah SWT pasti berdampak buruk. 

Di sinilah, selain kemampuan, untuk  mengerjakan  perintah Allah SWT dan meninggalkan larangan-Nya ternyata diperlukan pula kemauan karena berbagai dorongan. Dari sekian macam dorongan itu, yang tertinggi adalah dorongan iman. Tanpa kemauan yang muncul dari iman, kewajiban agama yang sangat ringan sekalipun akan terasa berat dikerjakan. Apalagi kewajiban yang memang memerlukan pengorbanan harta atau bahkan nyawa, tentu akan lebih terasa berat. Dari situlah mengapa perintah shaum Ramadhan ditujukan kepada orang-orang beriman.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Hai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana puasa itu pernah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa (TQS al-Baqarah [2]: 183)

Iman di dada seorang Muslim membuat ia tunduk kepada Allah SWT. Inilah yang akan membuahkan takwa, yakni senantiasa selalu siap sedia mengerjakan perintah Allah SWT dan meninggalkan semua larangan-Nya. 

Iman memberikan dorongan kuat untuk berbuat kebaikan dan meninggalkan keburukan. Dorongan semacam itulah yang menciptakan kemauan. Dengan kemauan seperti itu pula dulu para sahabat ra. berjihad kendati pun pada bulan Ramadhan. Perang Badar, Perang Ahzab, pembebasan Kota Makkah (Fathu Makkah), perang Tabuk, pembebasan Spanyol, semua terjadi di bulan Ramadhan. 

Sayangnya, kemauan yang bersumber dari iman inilah yang kini langka pada jiwa kaum Muslim. Sekian banyak perintah agama diabaikan dan sekian banyak larangan agama dilanggar. Akibatnya, berbagai problematika muncul di sana sini tak pernah henti.

Sayangnya, kita tak pernah menyadari akan hal itu. Kita tetap saja tidak mau kembali kepada aturan ilahi rabbi, Dzat yang kita bersujud kepadanya minimal lima kali sehari. Banyak di antara umat ini yang berkarakter Yahudi yakni mengambil sebagian dari petunjuk Allah dan meninggalkan sebagian lainnya karena pertimbangan hawa nafsu. 

Padahal secara kemampuan mereka mampu. Yang hilang adalah kemauan. Nah, ibadah puasa itu menempa kemauan dan kemampuan umat Islam untuk menahan hawa nafsu dari bermaksiat maupun untuk taat kepada perintah Allah SWT. Termasuk di dalamnya menempat kemampuan dan kemauan untuk menerapkan syariah secara kâffah sebagai merupakan manifestasi terpenting dari ketaatan kepada Allah SWT. 

Hanya dengan puasa Ramadhan yang benar, umat ini akan kembali mulia dan menjadi umat yang terbaik, khoiru ummah. 

Semoga Allah jadikan Ramadhan ini awal sebuah perubahan menuju penerapan syariah secara kaffah. Aamiin.

Sambut Ramadhan, Wujudkan Ketaqwaan Hakiki
Kultum Ramadhan/Masjid Digital - Tak terasa kita sudah memasuki bulan Ramadhan. Nabi Saw menyebut Ramadhan sebagai bulan penuh keberkahan (syahrun mubârakun).

قَدْ جَاءَكُمْ شَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرٌ مُبَارَكٌ كَتَبَ اللّهُ عَلَيْكُمْ صِيَا مُهُ فِيْهِ تُفْتَحُ اَبْوَابَ الجِنَانِ وَتُغْلَقُ اَبْوَابُ الجَحِيْمِ وَتُغَلُّ فِيْهِ الشَّيَاطِيْنُ  فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ اَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرُ هَا فَقَدْ حُرِمَ

Telah datang kepada kalian Ramadhan, bulan keberkahan. Allah telah mewajibkan kalian shaum di dalamnya. Di bulan itu pintu-pintu surga di buka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu. Di bulan itu terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa tidak diberikan kepadanya kebajikan pada malam itu, berarti diharamkan baginya segala rupa kebajikan”. (H.R.  Ahmad, An-Nasa’i, dan Al-Baihaqi, dari Abu Hurairah).

Maka sungguh rugi, orang yang menyia-nyiakan bulan yang agung ini, sebagaimana sabda Nabi Saw:

رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَىَّ وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ ثُمَّ انْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ

Sungguh rugi seseorang yang ketika (nama)ku disebut di sampingya tetapi dia tidak bershalawat atasku. Sungguh rugi seseorang yang bertemu dengan Ramadhan lalu Ramadhan berlalu darinya sebelum dosa-dosanya tidak diampuni.” (HR Tirmidzi)

Maka, bulan Ramadhan merupakan kesempatan berharga yang ditunggu-tunggu oleh orang-orang yang beriman kepada Allah dan ingin meraih ridha-Nya. Sehingga kaum Muslimin sudah seharusnya menyambut tamu agung tersebut dengan sebaik-baiknya.

Imam Ibnu Rajab menyebutkan, “Bagaimana mungkin orang yang beriman tidak gembira dengan dibukanya pintu-pintu surga? Bagaimana mungkin orang yang pernah berbuat dosa dan ingin bertobat serta kembali kepada Allah Ta’ala tidak gembira dengan ditutupnya pintu-pintu neraka? Dan bagaimana mungkin orang yang berakal tidak gembira ketika para setan dibelenggu?

Oleh karena itu, jangan sampai kesempatan Ramadhan ini berlalu sia-sia. Raih keutamaan Ramadhan yakni dilipatgandakan pahala amal shaleh dengan sungguh-sungguh. Perbanyak amal ibadah dengan agenda-agenda yang telah tersusun. Apakah tadarrus al-Qur’an, shalat sunnah, shadaqah, zakat, i’tikaf, qiyamul lail, amar makruf nahi mungkar dan aktivitas taqarrub lainnya. 

Ingat, Allah SWT mencintai hamba-hambaNya yang bertaqarrub kepada-Nya, terlebih lagi di bulan Ramadhan. Dalam hadits Qudsi, Allah SWT berfirman: “Dan tidaklah hambaKu bertaqarub kepadaKu dengan sesuatu yang lebih Aku cintai dari apa yang Aku fardhukan atasnya, dan hambaKu terus bertaqarrub kepadaKu dengan amal-amal nawafil hingga Aku mencintainya…” (HR al-Bukhari, Ibnu Hibban dan al-Baihaqi).

Hadits ini menjelaskan bagaimana taqarrub yang lebih disukai oleh Allah, yaitu dengan melaksanakan apa yang diwajibkan dan melengkapinya dengan amalan-amalan sunnah. Tentu, amal-amal fardhu harus diprioritaskan. Ibn Hajar al-‘Ashqalani menyatakan di Fath al-Bârî, sebagian ulama besar mengatakan bahwa “Siapa yang fardhu lebih menyibukkan dia dari nafilah (amalan sunnah) maka dimaafkan, sebaliknya siapa yang nafilah menyibukkan dia dari amal fardhu maka dia telah tertipu”.

Hikmah diwajibkannya kita berpuasa adalah agar kalian bertakwa. Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi di dalam Aysar at-Tafâsîr menjelaskan makna firman Allah SWT ”la’allakum tattaqûn” yakni agar dengan puasa itu Allah mempersiapkan kalian untuk takwa yaitu melaksanakan perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan Allah SWT (Al-Jazairi, Aysar at-Tafâsîr, I/80). 

Melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya itu dilaksanakan karena kesadaran jiwa dan akal. Maka pelaksanaannya memerlukan pengetahuan syar’iy akan halal dan haram. Karenanya, takwa bisa juga dimaknai sebagai kesadaran akal dan jiwa serta pengetahuan syar’i terhadap wajibnya mengambil halal dan haram sebagai standar bagi seluruh aktivitas lalu merealisasikannya secara praktis (‘amalî) di dalam kehidupan.

Oleh karena itu, seharusnya pasca Ramadhan nanti, akan lahir manusia-manusia baru, keluarga-keluarga baru, dan masyarakat baru yang bertakwa kepada Allah SWT, mengamalkan ajaran Islam, melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Bukankah ketakwaan yang diperintahkan oleh Allah tidak hanya bersifat individual? Apa maknanya pribadi baik tapi hidup dalam masyarakat yang mengingkari syariah Allah SWT?

Walhasil, semoga Ramadhan ini menjadi pemicu bagi kita kaum Muslim mewujudkan ketakwan hakiki, yakni menerapkan syariah Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan: individu, keluarga, masyarakat, dan negara. Inilah wujud keimanan dan ketakwaan yang sebenarnya. 

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ وَلَـكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ

Jika sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A’raf: 96)

Semoga Ramadhan kali ini menjadi pintu terbukanya keberkahan bagi negeri ini. Aamiin.

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget