Dewan Masjid Digital Indonesia | Masjid Menuju Era Digital 4.0

[Kultum Ramadhan] Cinta Rasulullah SAW, Taat Syariat

[Kultum Ramadhan] Cinta Rasulullah SAW, Taat Syariat
Kultum Ramadhan/Masjid Digital - Ramadhan adalah momentum terbaik untuk meningkatkan taqwa. Tunjukkan bahwa kita adalah hamba Allah yang layak disebut sebagai muttaqin, orang yang bertakwa. Dan ingat, hanya takwa yang akan membuat kita selamat di dunia dan di akhirat.

Pertanyaannya, bagaimana kita menjadi orang yang bertakwa? Jawabannya, tiada lain dan tiada bukan, kecuali mengikuti Rasulullah Saw.  

Sungguh kita dianugerahi nikmat yang besar oleh Allah yakni seorang Rasul yang mulia. Betapa tidak, saking mulianya, Allah SWT dan para malaikat bershalawat untuk beliau:

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Sungguh Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepada dia (TQS al-Ahzab [33]: 56). 

Ayat itu bermakna, Allah SWT memberkahi Nabi saw, sementara para malaikat senantiasa memohon ampunan-Nya untuknya. Maka sungguh aneh, bila ada manusia yang mengaku mengikuti Nabi SAW tapi tak mau memuliakan beliau. 

Selain itu, Allah SWT memberi Rasulullah saw dua keistimewaan sekaligus, yang tidak Dia berikan kepada para nabi sebelumnya. Kenikmatan pertama yakni: Agama Islam yang bersifat universal. Berlaku bagi semua umat manusia, tanpa kecuali. Allah SWT. berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada seluruh umat manusia, sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak tahu (TQS Saba’ [34]: 28).

Nabi saw bersabda:

كَانَ النَّبِىُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً، وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ كَافَّةً

Nabi (sebelumku) diutus kepada kaumnya semata, sedangkan aku diutus kepada seluruh umat manusia (HR al-Bukhari).

Inilah mengapa segenap umat manusia wajib mengimani kenabian beliau. Mereka wajib memeluk Islam serta meninggalkan agama mereka. 
Nabi saw. bersabda:

        وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لاَ يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ اْلأُمَّةِ يَهُوْدِيٌّ وَلاَ نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوْتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ

Demi Zat Yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, tidaklah dari umat ini baik Yahudi atau Nasrani mendengar tentang aku, kemudian dia mati dan tidak mengimani apa saja yang dengan itulah aku diutus, kecuali ia termasuk ahli neraka (HR Muslim).

Keistimewaan kedua yaitu, risalah yang mengandung rahmat bagi seluruh alam semesta. Allah SWT berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

Tidaklah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk menjadi rahmat bagi alam semesta (TQS al-Anbiya’ [21]: 107).

Imam ath-Thabari menjelaskan terkait ayat ini bahwa rahmat ini berlaku tidak saja bagi kaum Muslim, namun juga bagi seluruh umat manusia. 

Tidak ada pilihan bagi orang yang beriman kecuali mencintai beliau dalam dua hal, yakni pribadinya dan risalah yang dibawanya. Karena itu, kesempurnaan iman seorang Muslim hanya bisa diraih dengan menundukkan hawa nafsunya pada syariah yang Rasulullah saw. bawa. Beliau bersabda:

لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُونَ هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ

Belum sempurna keimanan salah seorang di antara kalian sampai hawa nafsunya tunduk pada apa yang aku bawa (Ibnu Bathah, Al-Ibânah al-Kubrâ, 1/298). 

Suatu ketika Rasulullah saw. membagikan harta ghanîmah pasca Perang Hunain. Tiba-tiba ada seseorang yang menuduh beliau tidak adil. Ia kemudian berkata, “Berbuat adillah, wahai Muhammad!”— atau—“Bertakwalah engkau, wahai Muhammad!” 
Rasulullah saw. berkata kepada orang itu:

وَيْلَكَ وَمَنْ يَعْدِلُ إِذَا لَمْ أَكُنْ أَعْدِلُ؟ لَقَدْ خِبْتُ وَخَسِرْتُ إِنْ لَمْ أَكُنْ أَعْدِلُ

“Celaka kamu! Siapakah yang akan berbuat adil jika aku tidak berbuat adil?! Sungguh aku  akan merugi jika aku tidak berbuat adil.” (HR al-Bukhari).

Hadits tersebut mengandung makna, menuduh Nabi saw tidak adil adalah sikap lancang. Pasalnya, Allah SWT sendiri menegaskan bahwa segala ucapan dan tindakan Rasulullah saw adalah wahyu, tidak berasal dari hawa nafsunya:

وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى () إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى

Tidaklah yang dia (Muhammad) ucapkan itu  menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang Allah wahyukan (kepada dia) (TQS an-Najm [53]: 3-4).

Maka siapa saja yang menuduh Nabi saw tidak adil, sama saja dengan menuduh Allah SWT yang menurunkan wahyu kepada beliau tidak adil. Hal ini merupakan cacat besar dalam akidah seorang Mukmin. 

Itulah mengapa para sahabat begitu patuhnya kepada Rasulullah saw. Mereka tidak pernah menyelisihi Nabi saw. Mereka taat total pada syariah Islam.

إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Sungguh jawaban kaum Mukmin itu, jika diseru (untuk taat) kepada Allah dan Rasul-Nya, agar Rasul menghukum (mengadili) mereka, ialah ucapan. "Kami mendengar dan kami patuh". Mereka itulah orang-orang yang beruntung (TQS an-Nur [24]: 51).

Itulah sikap seorang Muslim sejati. Inilah sikap yang seharusnya kita tunjukkan. Sami’na wa atha’na terhadap perintah dan larangan Allah, dalam seluruh aspek kehidupan: pribadi, masyarakat, dan negara. 

Semoga kita semua bisa memenuhinya dan pantas mendapat syafaat Nabi Saw. Aamiin
Next
This is the most recent post.
Posting Lama

Posting Komentar

[facebook]

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget